Gudang Ilmu

blog ini berisi mengenai materi pelajaran

Upaya Penanggulangan Perilaku Menyimpang

1 comment
Upaya Penanggulangan Perilaku MenyimpangMerebaknya perilaku menyimpang, tidaklah dibiarkan begitu saja tanpa adanya suatu tindakan penanggulangan. Demi terciptanya suatu konformitas dalam masyarakat, pemerintah melakukan berbagai upaya pencegahan penyimpangan. Namun, usaha ini tidak akan berhasil tanpa adanya kerja sama antara individu dan pemerintah. Upaya-upaya tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Penanaman  Nilai dan Norma yang  Kuat
Penanaman nilai dan norma dilakukan melalui sosialisasi. Dalam hal ini, yang paling berperan adalah media-media sosialisasi yang ada. Adapun tujuan penanaman nilai dan norma pada diri individu yaitu pembentukan konsep diri, pengembangan keterampilan, pengendalian diri, pelatihan komunikasi, dan pembiasaan aturan. Tercapainya semua tujuan-tujuan tersebut menjadikan proses sosialisasi menjadi ideal, yang pada akhirnya seseorang tahu betul yang baik dan mana yang buruk, mana yang sesuai dengan norma dan mana yang melanggar norma. Dengan demikian, penanaman nilai dan norma yang kuat pada diri individu menjadikannya berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat.

2. Pelaksanaan  Peraturan  yang Konsisten
Keadaan yang nyaman dan aman dapat pula terbentuk melalui peraturan yang tegas. Segala bentuk peraturan yang dikeluarkan pada hakikatnya adalah usaha mencegah adanya tindak penyimpangan, sekaligus juga sebagai sarana/alat penindak laku penyimpangan. Namun, apa yang akan terjadi jika peraturan yang dikeluarkan tidak konsisten? Jelas, akan  menimbulkan tindak  penyimpangan.
Suatu kekonsistenan diperlukan oleh setiap peraturan jika ingin berfungsi dalam masyarakat. Selain itu, diperlukan pula sanksi-sanksi yang tegas dalam peraturan tersebut. Sehingga bagi pelanggar peraturan dikenai sanksi tegas berupa hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku demi pemulihan kedudukan masyarakat yang tertib dan teratur. Dalam hal ini, adanya sanksi diperlukan untuk menjamin tercapainya tujuan dan dipatuhinya norma yang ada.

3. Penyuluhan-Penyuluhan
Upaya Penanggulangan Perilaku Menyimpang (pentuluhan)Pemerintah berperan besar dalam upaya penanggulangan perilaku menyimpang. Melalui jalur penyuluhan, penataran ataupun diskusi-diskusi dapat disampaikan kepada masyarakat tentang penyadaran kembali akan pelaksanaan nilai, norma, dan peraturan yang berlaku. Dengan upaya ini, diharapkan setiap masyarakat me- mahami nilai, norma, dan peraturan yang berlaku. Di mana kesemuanya mempunyai tujuan yang baik yaitu mencipta- kan suatu kondisi yang aman, serta nyaman. Kondisi ini mendukung perkembangan pribadi individu ke arah yang lebih baik. Bagi para pelaku penyimpangan sosial, penyuluhan akan nilai, norma, serta peraturan yang berlaku perlu dilakukan secara terus-menerus dan berkesinam- bungan. Terlebih-lebih pada pelaku tindak kejahatan/ kriminal. Peran lembaga-lembaga agama, kepolisian, pengadilan, lembaga masyarakat (LP) sangat diharapkan untuk mengadakan penyuluhan-penyuluhan tersebut.

1 comment :

Post a Comment

Jenis-Jenis Perilaku Menyimpang

No comments
Jenis-Jenis Perilaku MenyimpangCobalah menyimak berita di media massa. Begitu banyak tindakan- tindakan manusia yang menyimpang dari nilai dan norma yang ada. Seperti, seorang pelajar berani mencuri dompet di pasar, sekelompok pelajar yang terlibat dalam tawuran, seorang ibu yang membuang anak- nya sendiri, seorang mahasiswa yang menjadi pengedar narkoba, atau sekelompok orang tertangkap gara-gara judi. Faktor-faktor ini membukti- kan banyaknya perilaku menyimpang dalam masyarakat. Dari sini dapat terlihat, bagaimana masyarakat saat ini memandang norma dan nilai.

Banyaknya perilaku menyimpang dalam masyarakat mendorong para ahli mengklasifikasikan bentuk-bentuk perilaku menyimpang tersebut. Akhirnya, didapat tiga bentuk pembedaan perilaku menyimpang yaitu apabila dilihat dari tujuannya, ditinjau dari sifatnya, dan dikaji dari jumlah pelakunya.

1. BerdasarkanTujuan

Setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang mempunyai tujuan tertentu. Demikian juga dengan perilaku menyimpang. Oleh karena itu, berdasarkan tujuannya, perilaku menyimpang dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu penyimpangan sosial positif dan penyimpangan sosial negatif.

a. Penyimpangan Sosial Positif
Tindakan penyimpangan sosial merupakan tindakan manusia di luar kelaziman, bahkan mengarah pada nilai-nilai sosial yang dipandang rendah oleh masyarakat. Namun demikian, tidak selamanya penyimpangan sosial bertujuan negatif yang merugikan orang lain. Perilaku di luar kelaziman dapat pula berdampak positif bagi masyarakat seperti yang dilakukan oleh I Wayan Mandra, lelaki kelahiran Bali. Tindakan menyimpang yang dia lakukan didorong keadaan desa kelahirannya mengalami paceklik di mana penduduk mengalami kesulitan air bersih. Hamparan sawah yang sebelumnya subur berubah tandus. Masyarakat terpaksa makan umbi-umbian.

Tidak seperti umumnya masyarakat desa yang cenderung pasrah pada nasib, I Wayan Mandra melontarkan ide membangun tanggul tidak jauh dari desa tempat dia berada. Ia mengajak 150 warga masyarakat. Namun, tanggul yang baru saja mereka bangun jebol dan tidak bisa mengalirkan air. Kegagalan itu membuat penduduk putus asa. Tidak demikian halnya dengan I Wayan Mandra. Berbekal sepucuk senapan angin ia mulai merencanakan membangun terowongan air sejauh 9 kilometer yang dipergunakan untuk mengairi sawah penduduk. Penduduk desa mencemooh dan mengatakan ide I Wayan Mandra adalah suatu kegilaan. Akhirnya, air yang diharapkan akan mengubah tatanan kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera mulai mengalir. Awalnya air tersebut dipergunakan untuk kebutuhan minum warga, karena jumlahnya berlebihan kemudian air tersebut dialirkan ke ladang dan persawahan.

Penyimpangan sosial bersifat positif pun dapat tampak pada tindakan-tindakan para seniman Indonesia. Seperti pada lirik- lirik lagu ciptaan Harry Roesli  (www.republika.co.id).

Seratus pencuri membuat fraksi di tanahku ini 
Sepuluh penipu, mereka bersatu di tanahku ini 
Dapatkah Anda membayangkan kini?

Si  anak desa takut untuk bicara
Rakyat kecil, di zaman itu memang tidak berdaya 
Hanya bisa pasrah dan berdiam  diri

Republik ini sedang  mendengkur
Inikah tuan, kau katakan mengabdikan?

wujud penyimpangan positifKeberanian Harry Roesli dalam menciptakan sebuah lirik lagu inilah yang merupakan tindakan di luar kelaziman. Setiap lirik yang dibuatnya lugas, gamblang, dan menohok. Kesemua ini terjadi di era Orde Baru yang cenderung represif. Setiap hasil karyanya mengkritisi kondisi bangsa. Keadilan, korupsi, kesewenangan penguasa, tradisi suap, perang saudara, isu separatisme, pertikaian yang tidak berujung pangkal, saling tuding, dan saling menjatuhkan seolah- olah menjadi tema pokok dalam setiap lagunya. Tidak jarang barisan kata-kata dalam lirik lagunya mampu menegur tindakan para penguasa persada. Selain itu, kepedulian Harry Roesli terhadap seniman-seniman jalanan termasuk perilaku penyimpangan sosial bersifat positif. Rasa peduli ini mendorong beliau membentuk Depot Kreasi Seni yang sebagian besar anggotanya adalah pengamen-pengamen jalanan. Bahkan karena perilaku di luar kelaziman itu Harry Roesli mendapat pujian serta kehormatan di kalangan seniman.

Dengan demikian, tidak semua penyimpangan sosial berdampak negatif dan merugikan orang lain. Penyimpangan sosial mampu berdampak positif dan memberikan keuntungan bagi penghidupan masyarakat. Selama penyimpangan itu selaras dengan nilai-nilai sosial yang diidealkan masyarakat, maka hal itu disebut penyimpangan sosial positif.

b. Penyimpangan  Sosial Negatif
Berbeda dengan penyimpangan sosial positif, penyimpangan sosial negatif merupakan perilaku menyimpang yang mengarah pada nilai-nilai yang dipandang rendah. Pendapat ini dikemuka- kan oleh Hendropuspito dalam buku Sosiologi Sistematik. Orang atau kelompok yang berbuat menyimpang pada umumnya mempunyai kedudukan rendah dalam masyarakat. Mereka tidak mendapat tempat yang terhormat. Mereka dijauhi dan dikucilkan dari pergaulan. Kejahatan, korupsi, pembunuhan, tawuran, serta hubungan seks bebas merupakan wujud penyimpangan sosial negatif.

2. Berdasarkan Sifat

Penyimpangan sosial dapat pula dipilah berdasarkan sifatnya yaitu penyimpangan primer dan sekunder. Kedua penyimpangan tersebut saling terkait satu sama lain menghasilkan hubungan sebab akibat. Timbulnya penyimpangan sekunder didahului adanya penyimpangan primer. Seorang anak yang lupa mengerjakan PR karena ingin menghindari hukuman dari guru, anak tersebut diam-diam meninggalkan sekolah, merupakan contoh penyimpangan primer. Namun, menjadi berbeda apabila perilaku membolos dijadikan sebagai kebiasaan anak tersebut. Walaupun si anak telah mengerjakan tugas yang diberikan guru.

Lantas, apa yang dimaksud dengan penyimpangan primer dan sekunder? Penyimpangan primer (primary deviation) yaitu penyimpangan yang dilakukan seseorang yang bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Tindakan siswa di atas menjadi penyimpangan sosial primer jika siswa tersebut tidak akan membolos, apabila telah mengerjakan PR. Tindakan yang dilakukan oleh siswa tersebut di luar perencanaannya sehingga bisa disebut penyimpangan primer. Pelaku penyimpangan primer masih dapat diterima secara sosial karena hidupnya tidak didominasi oleh pola perilaku tersebut. Sedangkan penyimpangan sekunder terjadi, jika siswa tersebut mengulangi perilaku menyimpang yang pernah dilakukan. Keberhasilan dalam melakukan perilaku menyimpang mendorong seseorang melakukan perilaku yang sama. Seperti pada kasus siswa yang membolos ketika pelajaran sekolah. Tindakan membolos sering dilakukannya ketika ia merasa malas dan bosan. Pengulangan perilaku menyimpang ini memunculkan penyimpangan sekunder (secondary   deviation).
Kartini Kartono (1983) dalam bukunya Patologi Sosial mengemuka- kan urutan terjadinya penyimpangan sekunder, yaitu:
a. Dimulai dengan penyimpangan primer.
b. Muncul reaksi-reaksi sosial, hukuman, dan sanksi-sanksi.
c. Pengembangan dari penyimpangan-penyimpangan primer.
d. Reaksi sosial dan penolakan yang lebih ketat dari masyarakat.
e. Pengembangan deviasi lebih lanjut disertai pengorganisasian yang lebih rapi, timbul sikap permusuhan, serta dendam penuh kebencian terhadap masyarakat yang menghukum mereka.
f. Kesabaran masyarakat sudah sampai pada batas akhir, dibarengi penghukuman, tindakan-tindakan keras, dan mengecam tindakan penyimpangan itu sebagai noda masyarakat atau sebagai stigma sosial.
g. Timbul reaksi kedongkolan dan kebencian di pihak penyimpang, disertai intensifikasi tingkah laku yang sosiopatik sehingga berkembang menjadi deviasi sekunder. Hilanglah kontrol-kontrol rasional dan dirinya menjadi budak dari nafsu-nafsu serta kebiasaan-kebiasaan yang abnormal.
h. Masyarakat menerima tingkah laku abnormal itu dan melekatkan- nya sebagai status sosial terhadap si pelaku penyimpangan.

3. Berdasarkan Jumlah Pelaku

Apabila dilihat dari jumlah pelakunya, perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi penyimpangan individual dan kelompok. Lantas, bagaimana pengertian penyimpangan individual dan kelompok?

a. Penyimpangan  Individual  (Individual Deviation)
Penyimpangan individual merupakan penyimpangan yang dilakukan hanya oleh satu orang. Tidak ada orang lain yang ikut melakukan tindakan tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat. Munculnya penyimpangan individual disebabkan kelainan jiwa seseorang atau karena perilaku jahat. Misalnya, pecandu narkoba, melakukan tindak kejahatan, menjadi seorang pelacur, sikap arogansi kesombongan, bertindik, bertato, korupsi, dan lain-lain.

b. Penyimpangan  Kolektif  (Group Deviation)
Penyimpangan  Kolektif  (Group Deviation)
Penyimpangan kolektif yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok warga masyarakat secara bersama-sama. Terjadinya penyimpangan kelompok disebabkan mereka patuh pada norma kelompoknya yang kuat dan biasanya bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh pergaulan. Misalnya, karena ingin membuktikan keberanian dalam melakukan hal-hal yang dianggap bergengsi, sekelompok orang melakukan tindakan- tindakan yang menyimpang seperti kebut-kebutan, membentuk geng-geng, membuat onar atau tawuran pelajar yang biasanya terjadi karena rasa solidaritas kelompok.

No comments :

Post a Comment

Terjadinya Perilaku Menyimpang

No comments
Terjadinya Perilaku MenyimpangKamu telah memahami definisi perilaku menyimpang. Kamu juga mampu membedakan perilaku menyimpang dan tidak menyimpang. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa tidak selamanya perilaku menyimpang bersifat negatif dan merugikan orang lain. Namun, perilaku menyimpang sering kali disamakan dengan perilaku negatif yang melanggar aturan. Misalnya mencuri, membolos, menyontek sewaktu ujian, memalak, tawuran pelajar, mencopet, pemakaian narkoba, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan dalam kenyataan sehari- hari frekuensi terjadinya perilaku menyimpang negatif lebih tinggi dibanding dengan perilaku menyimpang positif. Lantas, yang menjadi pertanyaannya sekarang, mengapa orang lebih sering melakukan tindakan melanggar norma?

1. Perilaku Menyimpang sebagai Hasil Sosialisasi Tidak Sempurna

Melalui sosialisasi, individu mempelajari nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Lalu, apa yang akan terjadi jika individu tersebut gagal melakukan sosialisasi? Individu tidak mempunyai kemampuan untuk memahami norma-norma yang berlaku. Kegagalan dalam sosialisasi dapat disebabkan kurangnya komunikasi dengan masyarakat. Hal ini membuat individu tidak tahu apa yang menjadi harapan masyarakat. Oleh karenanya, perilaku yang dihasilkan merupakan perilaku yang jauh dari harapan masyarakat. Orang yang demikian tidak memiliki perasaan bersalah atau menyesal setelah melakukan pelanggaran hukum.

Selain itu, keragu-raguan memahami diri sendiri dapat juga menyebabkan seseorang mengalami proses sosialisasi yang tidak sempurna, yang pada akhirnya menghasilkan perilaku menyimpang. Contoh, seorang guru adalah panutan dan teladan bagi murid- muridnya. Namun, kadang kala terjadi seorang guru justru memberi contoh negatif seperti melakukan tindak kejahatan, korupsi, terlibat perkelahian, dan lain-lain.

Proses sosialisasi tidak sempurna dapat pula timbul karena cacat bawaan, kurang gizi, gangguan mental, ataupun pengasingan diri. Pengasingan diri dari pergaulan menimbulkan proses sosialisasi yang tidak sempurna. Hal ini dikarenakan dalam belajar nilai-nilai dan norma masyarakat menjadi tidak sempurna. Akibatnya terjadilah perilaku menyimpang.

Unsur-unsur budaya yang menyimpang meliputi perilaku, nilai- nilai dominan yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang biasanya bertentangan dengan tata tertib masyarakat. Unsur-unsur budaya yang menyimpang memisahkan diri dari aturan-aturan, nilai, bahasa, dan istilah yang berlaku umum.



2. Perilaku Menyimpang sebagai Hasil Sosialisasi Sub-Kebudayaan yang Menyimpang

Perilaku Menyimpang sebagai Hasil Sosialisasi Sub-Kebudayaan yang Menyimpang
Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang normanya ber- tentangan dengan norma-norma budaya yang dominan atau umum. Oleh karena itu, hasil dari sosialisasi ini adalah perilaku yang menyimpang dari masyarakat pada umumnya.

Menurut Robert K. Merton (1959), di antara segenap unsur-unsur sosial dan budaya, terdapat dua unsur yang terpenting. Dua unsur terpenting itu adalah kerangka aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur kegiatan- kegiatan untuk mencapai aspirasi-aspirasi tersebut. Dengan kata lain, ada nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian daripada konsepsi-konsepsi abstrak, yang hidup dalam alam pikiran dari warga masyarakat. Konsepsi-konsepsi abstrak tersebut yaitu tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, serta kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita.

Nilai sosial budaya tadi berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku manusia di dalam hidupnya. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara nilai sosial budaya dengan kaidah-kaidah, atau tidak ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluran- saluran yang tujuannya mencapai cita-cita, maka terjadilah kelakuan- kelakuan (perilaku) yang menyimpang.

Jadi, kelakuan-kelakuan yang menyimpang akan terjadi, apabila manusia mempunyai kecenderungan untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial budaya, daripada kaidah-kaidah yang ada untuk mencapai cita-cita.

Sebagai contohnya, masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh, masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, sehingga berkata-kata kotor, membuang sampah sembarangan adalah hal biasa yang merupakan nilai sosial budaya. Namun, bagi masyarakat umum, dianggap sebagai perilaku yang melanggar kaidah-kaidah yang ada.

3. Penyebab Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat tidak dapat dijelaskan secara sederhana. Begitu banyak sebab-sebab orang melakukan perilaku menyimpang. Namun, kita akan mencoba menganalisis apa sebab musababnya.

a. Lingkungan  Pergaulan
Penyebab Perilaku MenyimpangJika seseorang bergaul dengan sekelompok orang yang berperilaku menyimpang dalam jangka waktu yang lama, maka seseorang tersebut lambat laun akan berperilaku sama seperti kelompoknya. Dengan bergaul seseorang mengamati keadaan dari lingkungan kelompoknya. Seiring waktu berjalan, seseorang dengan sendirinya akan mensosialisasi apa saja yang menjadi nilai dan norma yang dianut oleh kelompok tersebut. Jika lingkungan seseorang mempertontonkan aneka perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, maka dapat dipastikan bahwa seseorang tersebut melakukan hal serupa. Hal ini disebabkan terjadinya alih budaya (cultural transmission) dari bentuk menyimpang kepada individu tersebut. Di mana penerimaan individu terhadap budaya baru ternyata berlawanan dengan kaidah sosial yang dipatuhi masyarakat. Oleh karena itu, individu tersebut dinamakan menyimpang (deviant). Biasanya yang menjadi korban adalah anak-anak. Mereka belum mempunyai filter yang kuat untuk memilah hal-hal baru yang datang kepadanya sementara teman pergaulannya tidak intensif mensosialisasi nilai dan norma yang ideal.

Faktor inilah yang menjadi bahan kajian teori penyimpangan sosial yang dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut Shuterland, individu mempelajari berbagai perilaku menyimpang dari pergaulannya dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Pernyataan inilah yang kemudian dikenal dengan teori pergaulan berbeda (differential association). Misalnya, seorang anak bergaul dengan sekelompok anak nakal di sekolah. Terdapat perbedaan antara nilai-nilai dan norma yang diterapkan dalam keluarga dengan nilai dan norma yang terdapat dalam kelompok anak nakal. Mereka terbiasa berperilaku sesuka hati, menyakiti temannya, dan lain-lain. Tanpa sadar anak tersebut akan meniru perbuatan teman-teman sekelompoknya. Walaupun di dalam keluarga anak tersebut, dididik untuk bersikap baik.

b. Dorongan Ekonomi
Penyebab Perilaku MenyimpangKebutuhan dorongan ekonomi berpotensi menimbul- kan penyimpangan sosial. Setiap orang mempunyai harapan-harapan untuk mempunyai penghidupan yang lebih baik terutama dalam bidang ekonomi. Namun, keadaan ekonomi yang baik ternyata tidak mudah diwujudkan, diperlukan pengorbanan dan perjuangan yang tidak mudah. Hal tersebut dapat mendorong orang berbuat jahat yang dapat merugikan orang lain. Seperti mencopet, mencuri, merampok, dan lain-lain. Yang kesemua perbuatan tersebut menyimpang dari tata nilai dan aturan dalam masyarakat.

c. Keinginan untuk Dipuji atau Gaya-gayaan
Siapa yang tidak ingin dipuji oleh orang lain? Tentu setiap orang ingin hasil karya atau tindakannya diakui dan dipuji oleh lingkungan sekitarnya, tidak terkecuali dirimu. Dengan pujian orang lain, keberadaan kita sebagai manusia diakui, harga diri, dan martabat kita menjadi meningkat. Perasaan inilah yang mendorong orang melakukan penyimpangan sosial. Misalnya, supaya dianggap anak yang pandai, Anto berusaha menyontek saat ujian. Atau karena ingin dianggap orang kaya Nita berpenampilan semewah mungkin. Walaupun untuk mendapat- kan semua itu Nita harus melakukan cara-cara yang tidak halal. Anto yang berani membolos saat pelajaran sekolah serta Toni yang merokok saat istirahat. Mereka bangga melakukan tindakan tersebut. Menurut mereka tindakan membolos dan merokok merupakan tindakan yang layak mendapat pujian. Pujian akan keberanian mereka dalam melanggar aturan sekolah. Terkadang seseorang merasa bangga ketika melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh orang lain, walaupun tindakan tersebut melanggar norma dan nilai. Inilah mengapa rasa bangga dan keinginan akan pujian mampu mendatangkan penyimpangan sosial. Sungguh tindakan bodoh jika hal ini dilakukan oleh generasi muda kita.

d. Pelabelan
Apa yang dimaksud pelabelan? Lantas, mengapa pelabelan mampu mendorong munculnya penyimpangan sosial? Cobalah diskusikan sejenak dua pertanyaan di atas dengan teman sebangkumu sebagai pengantar.

Istilah pelabelan dalam penyimpangan sosial dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Menurutnya, seseorang melakukan perilaku menyimpang karena diberi cap (label) negatif oleh masyarakat. Semula dia hanya melakukan penyimpangan primer (primary deviation). Kemudian anggapan ini lebih dikenal dengan nama teori pelabelan.

Misalnya, seorang siswa ingin mendapatkan nilai baik dan mendapatkan prestasi yang gemilang. Pada saat ujian dia berusaha menyontek. Namun, usahanya diketahui oleh guru yang menjadi pengawas saat itu. Kemudian beliau menegurnya dan memberikan nilai nol. Karena peristiwa itu, teman-teman mengejek dan mengolok-oloknya. Teman-teman selalu menceritakan kesalahan- nya kepada siswa lain. Lambat laun dia dicap sebagai penyontek. Label itu melekat pada dirinya dan seolah-olah menjadi identitas pribadi. Kini teman-teman menjulukinya ”tuan sontek yang gagal”. Sebagai reaksi pelabelan tersebut, dia berusaha membuktikan bahwa dia ”penyontek yang lihai” pada setiap kesempatan yang ada. Oleh karena itulah, menyontek kini menjadi kebiasaannya setiap kali ujian. Bahkan dia menyiapkan bermacam-macam cara menyontek agar tidak ketahuan guru pengawas   ujian.

e. Gangguan  Jiwa  atau Mental
Penyebab Perilaku MenyimpangGangguan jiwa atau mental seseorang mampu menjadi penyebab seseorang tersebut melakukan perilaku penyimpangan sosial. Pernahkah kamu melihat orang gila? Bagaimanakah tingkah laku mereka? Terkadang tindakan mereka aneh dan menggelikan serta memalukan. Berjalan tanpa tujuan, tertawa dan berbicara sendiri, mencerca dan memaki orang-orang di dekatnya. Bahkan bertelanjang badan tanpa seutas pakaian di sepanjang jalan. Pada kasus ini rusaknya kesehatan jiwa atau mental dapat menjadikan seseorang berperilaku menyimpang. Hal ini disebabkan dalam kondisi sakit jiwa seseorang tidak mampu lagi memahami nilai dan norma yang ada. 

f. Pengaruh  Media Massa
Di era globalisasi seperti saat ini perkembangan media massa mengalami kemajuan pesat. Pada hakikatnya, media massa mempunyai kemampuan kuat dalam memengaruhi perilaku seseorang. Sebagaimana diungkapkan oleh Sudjito Sastrodiharjo yang dikutip oleh Abdulsyani, jika seseorang menonton film tentang kekerasan, maka setelah selesai menonton film dia akan bersikap seperti pelaku dalam film tersebut. Belum lagi pengaruh global penyebaran narkoba serta gaya hidup permisif, materialistis dan konsumtif. Selain itu, masalah kecanduan rokok, minuman keras dan gaya hidup bebas sekarang telah memasuki bukan saja dunia remaja, namun anak-anak SD hingga bangku perguruan tinggi. Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan betapa besar pengaruh media massa bagi perilaku seseorang.


No comments :

Post a Comment

Perilaku Menyimpang

No comments
Perilaku MenyimpangDalam era globalisasi yang sarat dengan teknologi canggih di mana setiap individu tidak peduli lagi dengan nilai dan norma, perilaku menyimpang mudah ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Secara sadar atau tidak sadar kita pernah mengalami atau melakukan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang dapat terjadi di mana pun, kapan pun, dan dapat dilakukan oleh siapa pun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan masyarakat.

1. Pengertian Perilaku Menyimpang

Perilaku MenyimpangPernahkah kamu melihat fenomena-fenomena sosial berikut ini? Seorang laki-laki beranting dan berambut gondrong atau orang-orang komunitas punk yang ber- gerombol di pinggir jalan dengan rambut berdiri kaku dan pakaian yang penuh asesoris. Atau sekelompok pelajar rela berkelahi atas nama solidaritas. Begitu juga dengan teman sekelasmu yang menyontek saat ujian. Perilaku-perilaku di atas terasa janggal bukan? Sebagai laki-laki, tidak seharusnya beranting dan berambut gondrong. Sebagai seorang siswa yang baik, tidak perlu menyontek untuk mendapatkan nilai tinggi karena menyontek merupakan suatu pelanggaran terhadap aturan ujian. Semua perilaku- perilaku tersebut merupakan perilaku menyimpang.

Lantas, apakah perilaku menyimpang itu? Menurut  Robert M.Z. Lawang (1985), perilaku menyimpang merupakan semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang. Lebih luas lagi, para ahli berusaha mendefinisikan perilaku menyimpang, seperti James W. van der Zanden (www.e-dukasi.net) mendefinisikan perilaku menyimpang sebagai perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Sedangkan Ronald A. Hardert (1987), perilaku menyimpang adalah setiap tindakan yang melanggar keinginan- keinginan bersama sehingga dianggap menodai kepribadian kelompok yang akhirnya si pelaku dikenai sanksi. Keinginan bersama yang dimaksudkan adalah sistem nilai dan norma yang berlaku.
Selain ketiga tokoh di atas, Hendropuspito (1989) dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Sistematik, mengemukakan bahwa orang atau kelompok yang melakukan perilaku menyimpang tidak berarti mereka melepaskan diri dari segala pola sosial budaya. Dia hanya melawan pola kelakuan tertentu yang hidup dalam masyarakatnya. Disebut melawan karena dalam lingkungan masyarakat itu dia menggunakan kaidah lain yang diambil dari lingkungan masyarakat lainnya.
Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok sosial yang tidak sesuai atau melawan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Kaidah yang berlaku di masyarakat tersebut berwujud nilai dan norma yang mengatur perbuatan mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

2. Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang

Semakin hari perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat semakin meningkat. Hal ini mendorong banyak ahli meneliti mengenai ciri-ciri perilaku menyimpang di masyarakat. Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1996), ciri-ciri perilaku menyimpang sebagai berikut.
a. Suatu perbuatan disebut menyimpang bilamana perbuatan itu dinyatakan sebagai menyimpang.
b. Penyimpangan terjadi sebagai konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap si pelaku menyimpang.
c. Ada perilaku menyimpang yang bisa diterima dan ditolak.
d. Mayoritas orang tidak sepenuhnya menaati peraturan sehingga ada bentuk penyimpangan yang relatif atau tersamar dan ada yang mutlak.
e. Penyimpangan bisa terjadi terhadap budaya ideal dan budaya real. Budaya ideal merupakan tata kelakuan dan kebiasaan yang secara formal disetujui dan diharapkan diikuti oleh anggota masyarakat. Sedangkan budaya real mencakup hal-hal yang betul-betul mereka laksanakan.
f. Apabila ada peraturan hukum yang melarang suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat banyak orang, biasanya muncul norma penghindaran.

3. Macam-Macam Perilaku Menyimpang

Perkembangan zaman yang semakin maju, mampu memicu pertumbuhan perilaku menyimpang dalam masyarakat. Terlebih dalam era globalisasi saat ini, di mana budaya-budaya Barat masuk tanpa adanya suatu filter yang kuat. Orang dengan sangat mudah menerima hal-hal dari luar walaupun tidak sesuai dengan kepribadian kita sebagai bangsa Indonesia. Hal inilah yang menjadikan perilaku menyimpang membudaya di masyarakat. Nilai dan norma mulai tidak diindahkan, alhasil muncullah berbagai macam perilaku menyimpang di masyarakat. Macam-macam perilaku menyimpang tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Minuman  Keras (Miras)
Macam-Macam Perilaku MenyimpangAmati gambar di samping. Minuman keras hasil sitaan yang dikumpulkan oleh aparat itu dihancurkan oleh sebuah alat. Mengapa botol-botol berisi minuman keras tersebut harus disita dan dihancurkan? Arak atau minuman keras merupakan minuman beralkohol yang menyebabkan seseorang menjadi mabuk, tidak sadarkan diri, terlena, dan merasa bahagia. Oleh karena itu, ketika seseorang merasa berat menahan beban hidupnya, orang tersebut meneguk minuman ini. Menurutnya, dengan mengonsumsi minuman keras segala permasalahan dan beban hidup menjadi hilang. Namun, biasanya minuman keras mengakibatkan atau menimbulkan hal negatif bagi si peminumnya.

Sering kali kita mendengar atau melihat melalui media massa bahwa berbagai kasus-kasus kejahatan seperti perampokan, pembunuhan, pemalakan, pemerkosaan, dan beberapa kejahatan lainnya, pada mulanya diawali dengan hilangnya akal sehat seseorang akibat mengonsumsi minuman memabukkan. Berbeda apabila seseorang tersebut tinggal di daerah   dingin, minuman keras diyakini mampu menjadi penghangat bagi tubuh- nya. Berbagai bentuk dan macam minuman keras sangat beragam tergantung pada kandungan alkoholnya, seperti wain, bir, wiski, dan lain-lain.

b. Penyalahgunaan Narkotik
Penyalahgunaan NarkotikPeredaran narkotik di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin marak. Berdasarkan penelitian didapat data kejahatan narkoba pada tahun 1999 tercatat 1.833 kasus. Kemudian pada tahun 2003 meningkat menjadi 7.140 kasus. Para pengguna narkotik merajalela di kalangan pemuda, pelajar, dan kaum remaja. Narkotik juga telah merambah kalangan anak sekolah dasar (SD). Terbukti pada tahun 2004 dari 25 juta murid SD seluruh Indonesia ternyata 800 anak telah mengonsumsi narkotik. Sebelumnya, tahun 2003 tercatat 173 siswa berusia 15 tahun menjadi konsumen narkotik (www.pikiran-rakyat.com). Pemakaian obat-obatan narkotik sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan pengaruh buruk baik fisik maupun psikis. Walaupun penggunaan narkotik dan zat adiktif lainnya dalam takaran tertentu memang bermanfaat. Orang menyalahgunakan narkotik memiliki alasan yang beragam, dari sekadar coba-coba, menghilangkan rasa rendah diri, rasa takut, rasa jengkel, rasa malu, sampai dengan pelarian masalah yang sedang dihadapinya. Pada umumnya, seseorang yang memakai atau meminum obat-obatan terlarang dapat menyebabkan mabuk dan menghilangkan kesadaran. Oleh karena itu, banyak kasus kejahatan seperti perampokan, perbuatan asusila, kenakalan remaja, disebabkan pemakaian  obat-obatan terlarang.

c. Perjudian
PerjudianPerjudian telah ada di muka bumi seumur dengan peradaban manusia. Dari zaman para raja-raja terdahulu permainan judi telah dikenal. Sedangkan di dunia Barat perilaku judi sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Keanekaragaman permainan judi dan tekniknya yang sangat mudah membuat perjudian dapat dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Perjudian dalam hal ini merupakan kegiatan sosial yang melibat- kan uang (sesuatu yang berharga di mana pemenang memperoleh uang dari yang kalah). Perjudian dalam masyarakat kita dapat dijumpai di berbagai lapisan masyarakat. Bentuk-bentuk perjudian pun beraneka ragam mulai dari yang tradisional seperti perjudian dadu,  sabung  ayam,  permainan  ketangkasan, sampai pada penggunaan teknologi canggih seperti judi melalui telepon genggam atau internet. Walaupun perilaku berjudi memiliki banyak efek samping yang merugikan bagi si penjudi dan keluarganya, namun tetap saja mereka sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya.

d. Tawuran  Pelajar
Tawuran  PelajarTawuran pelajar akhir-akhir ini menjadi ciri khas kehidupan pelajar di kota-kota besar. Akibat tawuran pelajar bukan hanya menyangkut kepada yang terlibat saja, namun dapat dipastikan akibat yang ditimbulkan menjadi sangat luas. Sebagian para pelajar berpendapat bahwa dengan tawuran dapat menunjukkan kejantanan dan sportivitas. Umumnya, tawuran diawali dari hal- hal yang sepele bahkan hanya menyangkut dua orang saja dari dua sekolah yang berbeda. Namun, karena alasan solidaritas kelompok, maka konflik menjadi meluas, menjadi antarsekolah. Jika ada yang tidak mau ikut serta dianggap sebagai norak dan tidak solider, tidak jantan, penakut, dan lain sebagainya. Tawuran pelajar sebagai perilaku menyimpang seharusnya mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, karena jika terjadi tawuran, maka nilai-nilai dan norma-norma serta-merta dilanggar. Akibatnya, tawuran pelajar berdampak terhadap perilaku menyimpang lanjutan. Misalnya: merusak, menganiaya, me- nyakiti, dan bahkan membunuh. Tidak jarang yang menjadi korban justru yang tidak terlibat.

e. Perilaku  Seksual  di  Luar  Nikah
Perilaku seksual di luar nikah merupakan perilaku menyim- pang. Naluri seksual memang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi manusia. Dengan naluri seksual, maka eksistensi manusia dapat terus berlangsung karenanya manusia tidak akan punah. Akan tetapi, jika penyaluran naluri seksual tidak meng- indahkan nilai-nilai dan norma yang berlaku, maka yang timbul kemudian adalah kekacauan, atau paling tidak rasa malu yang berlebihan. Agar tidak terjadi kekacauan, maka pernikahan di- perlukan untuk mengaturnya.

Apabila naluri seksual disalurkan di luar pernikahan, dapat menimbulkan berbagai akibat, misalnya penyakit kelamin, rasa malu, keributan, kesulitan menentukan keturunan, dan lain-lain. Sedangkan bagi si pelaku, terutama wanita, umumnya merasa waswas akan masa depannya. Jika sampai hamil di luar nikah, akan mendapat rasa malu dari keluarganya, tetangganya, bahkan masyarakat di sekitarnya. Bencana akibat penyimpangan seksual yang paling menakutkan sampai saat ini yaitu penyakit AIDS. Suatu penyakit yang mengakibatkan hilangnya kekebalan tubuh, yang lambat tetapi pasti akan sampai pada kematian. Perilaku seksual di luar nikah banyak macamnya, di antaranya pelacuran, pemerkosaan, kumpul kebo, dan pelecehan seksual.

No comments :

Post a Comment

Pengaruh Sosialisasi Nilai (Budaya) terhadap Pembentukan Kepribadian

No comments
Pengaruh Sosialisasi Nilai (Budaya) terhadap Pembentukan KepribadianKepribadian tidak akan tumbuh jika seorang individu tidak memiliki pengalaman-pengalaman sosial. Di dalam kelompok sosial seorang individu akan mempelajari berbagai nilai, norma, dan sikap. Dengan mengetahui dari mana lingkungan sosial seseorang berasal, dapat diketahui kepribadian seseorang tersebut. Dengan kata lain, sosialisasi berperan dalam membentuk kepribadian seseorang. Jika proses sosialisasi berlangsung dengan baik, maka akan baik pula kepribadian seseorang. Begitu sebaliknya, jika sosialisasi berlangsung kurang baik, maka kurang baik pula kepribadian seseorang. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga yang broken home tentunya si anak mengalami sosialisasi yang kurang baik, akibatnya anak tersebut menjadi nakal. Dengan demikian, proses pembentukan kepribadian dimulai dari proses sosialisasi baik di lingkungan keluarga, teman sepermainan, lingkungan sosial, lingkungan kerja, maupun lingkungan masyarakat luas. Lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Bagan pengaruh sosialisasi

Dari bagan di atas, kita bisa melihat bahwa kepribadian seseorang banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan media massa. Tidak aneh apabila ada anak yang telah dibekali oleh orang tuanya dengan beragam nilai dan norma, menjadi berantakan karena bergaul dengan lingkungan yang tidak sehat. Apalagi di era globalisasi ditandai dengan pergaulan bebas. Nilai dan norma yang telah ditanamkan oleh kedua orang tua seakan-akan menjadi absurd dan ketinggalan zaman. Benarkah?

Selain itu, kepribadian seseorang dipengaruhi pula oleh kebudaya- an yang berlaku di lingkungan sekitar. Kebudayaan merupakan pola- pola tindakan yang sering diulang-ulang yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan ini digunakan untuk memberikan arah kepada individu ataupun kelompok, bagaimana seharusnya ia berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain bahkan, telah menjadi tuntutan masyarakat di mana pun dan dalam kurun waktu kapan pun. Oleh karena itu, kebiasaan-kebiasaan melekat dalam diri masyarakat,  diperkenalkan  dan  dipelajari  oleh individu-indivitu secara terus-menerus.

kebudayaan
Dalam proses yang panjang inilah, kepribadian terbentuk seiring dan sesuai dengan kebudayaan setempat. Oleh karena itu, kebudayaan antarsatu daerah dengan daerah lain berbeda, maka dapat dipastikan kepribadian dari dua kebudayaan tersebut berbeda pula. Misalnya, seorang yang berasal dari suku Jawa  tentu  memiliki kepribadian  yang  berbeda dengan seorang yang berasal dari suku Batak. Orang yang berasal dari suku Jawa terkesan lebih halus dan lembut. Namun, orang Batak terkesan tegas dan keras. Perbedaan ini menunjukkan adanya pengaruh kebudayaan terhadap pem- bentukan kepribadian seseorang.


No comments :

Post a Comment

Faktor-Faktor Pembentuk Kepribadian

No comments
Faktor-Faktor Pembentuk KepribadianPada dasarnya, kepribadian diartikan sebagai suatu kebiasaan dan sikap yang bersifat tetap serta menjadi karakteristik dalam diri seseorang. Kepribadian menentukan bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bertindak dalam kehidupan sehari-harinya. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, kepribadian adalah beberapa ciri watak yang diperlihatkan seseorang secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam bertingkah laku, sehingga individu memiliki identitas khusus yang berbeda dengan orang lain. Adanya kepribadian dalam diri sese- orang tidaklah semata-mata diperoleh sejak lahir, namun lingkungan sosial ikut berperan dalam pembentukannya. 

Dalam hal ini, kepribadian seseorang diperoleh karena adanya proses sosialisasi di mana individu belajar dari lingkungan sosial sedikit demi sedikit, bagaimana bertingkah laku dan mengenal kebudayaan masyarakat. Misalnya, anak belajar bergaul, menghormati orang tuanya, meng- hormati hak milik orang lain, berlaku jujur, rajin beribadah, dan lain- lain.

George Herbert Mead menyatakan bahwa kepribadian manusia terjadi melalui perkembangan diri. Perkembangan kepribadian dalam diri seseorang berlangsung seumur hidup. Menurutnya, manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia akan berkembang  secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat. Mead mengemukakan pengembangan diri atau kepribadian seseorang berlangsung melalui beberapa tahap sebagai berikut.

Imitation  Stage  (Tahap  Peniruan)1. Imitation  Stage  (Tahap  Peniruan)
Tahap ini merupakan tahap permulaan di mana seorang bayi menanggapi orang lain hanya sebagai bentuk imitasi atau peniruan. Mereka mengikuti perilaku- perilaku tertentu tanpa mengetahui maksud perilaku tersebut. Mereka belum mampu menggunakan simbol- simbol sehingga Mead menyimpulkan bahwa pada tahap ini seorang bayi belum memiliki   diri.

2. Play  Stage  (Tahap Bermain)
Pada tahap ini, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran orang yang berada di sekitarnya. Misalnya, menirukan peranan yang dijalankan orang tuanya atau orang dewasa lain yang sering berinteraksi dengannya, seperti kakak, nenek, polisi, dokter, sopir, dan  lain-lain.

Game  Stage  (Tahap  Bermain Peran)3. Game  Stage  (Tahap  Bermain Peran)
Pada tahap ini, seorang anak mengetahui peran yang harus dijalankan bahkan mengetahui peran yang harus dijalankan oleh orang lain. Hal ini terlihat pada seorang anak yang tengah bermain kasti. Anak tersebut tahu peranannya sendiri dalam permainan, misalnya sebagai pelempar bola. Ia mengetahui pula bagaimana peranan temannya yang menjadi pemukul bola, penangkap bola, pemain tengah atau pemain belakang.

4. Generalized Others (Tahap Umum Lainnya)
Pada tahap ketiga ini, seorang anak telah mampu mengambil peranan yang ada di dalam masyarakat. Ia mampu berinteraksi dengan orang lain karena telah memahami peranannya sendiri serta peran orang lain yang menjadi mitra interaksinya. Contoh: sebagai se- orang siswa, ia mengetahui peranan gurunya atau sebagai seorang cucu, ia pun memahami peranan  neneknya.

Setiap individu satu dengan individu lainnya memiliki kepribadi- an yang berbeda-beda dan khas. Walaupun ada beberapa kepribadian yang tampak sama, namun secara keseluruhan mereka berbeda pula. Lalu, bagaimana dengan anak kembar? Perbedaan ini pun berlaku pada anak kembar. Walaupun secara fisik mereka tampak sama, namun sifat- sifat khas dalam dirinya  berbeda.

Perbedaan kepribadian terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain warisan biologis, lingkungan alam, dan lingkungan sosial. Warisan biologis biasanya berupa bawaan dari ayah, ibu, nenek, dan kakek. Pengaruh ini tampak pada inteligensi dan kematangan fisik. Seperti ciri-ciri fisik, tingkat IQ, bakat seseorang, dan sifat-sifat khas yang diturunkan oleh orang tuanya. Namun, warisan biologis mempunyai potensi untuk berkembang yang dipengaruhi oleh pengalaman sosialnya. Misalnya, seorang yang berbakat bermain musik. Didukung dengan rasa cinta terhadap musik dan latihan keras, ia berhasil menjadi seorang pemetik gitar yang hebat. Perbedaan kepribadian dapat pula disebabkan oleh faktor lingkungan alam. Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan manusia harus menyesuaikan diri terhadap alam. Oleh karena itu, kepribadian orang yang hidup di daerah kutub berbeda dengan kepribadian orang yang tinggal di daerah tropis atau kepribadian penduduk yang tinggal di daerah pegunungan, serta kepribadian orang Indonesia tentu berbeda dengan kepribadian  orang Amerika.
Faktor-Faktor Pembentuk Kepribadian
Selain kedua hal di atas, kelompok tempat bergabung pun dapat memengaruhi kepribadian seseorang, seperti lingkungan keluarga, sekolah, kerja, dan masyarakat luas. Hal ini disebabkan setiap kelompok mempunyai nilai dan norma yang disosialisasi secara terus-menerus oleh anggotanya. Oleh karenanya, sebagian besar kepribadian seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.    Misal-nya, kepribadian seorang tukang becak tentu berbeda dengan kepribadian seorang guru atau kepribadian anak rumahan berbeda dengan kepribadian anak jalanan.

No comments :

Post a Comment

Proses Sosialisasi

No comments
Proses SosialisasiProses SosialisasiPada dasarnya, setiap manusia melakukan proses sosialisasi dari lahir hingga meninggalnya. Manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa mempunyai kecenderung- an untuk hidup bersama dalam suatu bentuk pergaulan hidup yang disebut masyarakat. Di dalam kehidupan masyarakat, manusia dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya melalui suatu proses. Proses penyesuaian diri terhadap masyarakat dalam sosiologi dinamakan proses sosialisasi. Melalui proses ini, secara lambat laun kepribadian seseorang terbentuk. Dengan kata lain, baik buruknya kepribadian seseorang ditentukan oleh proses sosialisasi yang dialami individu tersebut.

1. Pengertian Sosialisasi

Pengertian SosialisasiSecara umum, sosialisasi dapat diartikan sebagai proses belajar yang dilakukan oleh seseorang (individu) untuk berbuat atau bertingkah laku berdasarkan patokan yang terdapat dan diakui dalam masyarakat. Melalui proses ini seseorang kemudian mengadopsi kebiasaan, sikap, dan ide-ide orang lain kemudian seseorang memercayai dan mengakui sebagai milik pribadi. Dalam arti sempit, proses sosialisasi diartikan sebagai proses pembelajaran seseorang mengenal  lingkungan  sekitarnya  baik itu  lingkungan  fisik maupun lingkungan sosial. Pengenalan ini dilakukan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang akan membekali dirinya dalam pergaulan yang lebih luas. Sedangkan dalam arti luas, proses sosialisasi diartikan sebagai proses interaksi dan pembelajaran seseorang mulai dari lahir hingga meninggalnya dalam suatu kebudayaan masyarakat. Dalam hal ini, bayi yang baru lahir pun akan melakukan sosialisasi. Seorang bayi mula-mula mengenal lingkungan sosialnya, yaitu lingkungan yang paling dekat yaitu keluarga dan kerabatnya. Seiring dengan berjalannya waktu pengenalan ini akan meluas ke lingkungan masyarakat seperti lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat sosial, lingkungan kerja, dan   lain-lain.
Keberhasilan seseorang dalam proses sosialisasi terlihat ketika seseorang tersebut mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, sosialisasi adalah suatu proses di mana individu mulai menerima dan menyesuaikan diri dengan unsur-unsur kebudayaan (adat istiadat, perilaku, bahasa, dan kebiasaan-kebiasaan) masyarakat, yang dimulai dari lingkungan keluarganya dan kemudian meluas pada masyarakat luas, lambat laun dengan keberhasilan penerimaan atau penyesuaian tersebut, maka individu akan merasa menjadi bagian dari keluarga atau masyarakat.

Menurut pendapat Soejono Dirdjosisworo (1985), sosialisasi mengandung tiga pengertian penting, yaitu:
a. Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi yang mana individu menahan, mengubah impuls- impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya.
b. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku, dan ukuran kepatuhan tingkah laku di dalam masyarakat di mana ia   hidup.
c. Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan dalam  diri pribadinya.

Sedangkan Charlotte Buhler (sebagaimana dikutip Anis da Rato: 1988) memberikan pengertian sosialisasi sebagai proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri terhadap bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya, agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam  kelompoknya.

Berdasarkan deskripsi di atas, dapat diketahui bahwa proses sosialisasi merupakan hasil interaksi antarmanusia. Selama manusia masih berinteraksi, maka proses sosialisasi masih berlangsung. Dengan berinteraksi dalam proses sosialisasi, individu memperoleh hasil sebagai berikut.
a. Individu mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan masyarakat.
b. Individu menyadari keberadaan  dirinya.
c. Individu mampu menjadi anggota masyarakat yang baik.

2.Proses Terjadinya Sosialisasi

Sosialisasi dapat terjadi secara langsung bertatap muka dalam pergaulan sehari-hari, dapat juga terjadi secara tidak langsung melalui telepon, surat atau melalui media massa. Sosialisasi dapat berjalan lancar jika seseorang tersebut sadar mensosialisasi kebudayaan suatu masyarakat. Namun, sosialisasi dapat pula terjadi secara paksa, kejam, dan kasar karena adanya kepentingan tertentu. Misalnya, segolongan atau se- kelompok tertentu memaksakan kehendaknya terhadap individu  lain.
Proses Terjadinya SosialisasiKeadaan lingkungan di mana individu berada berperan penting dalam proses sosialisasi. Keadaan lingkungan menyebabkan individu mengaktualisasi dirinya untuk memperoleh sikap dan pola tingkah laku yang sesuai dengan masyarakat. Oleh karena itu, individu melakukan sosialisasi untuk mempelajari pola kebudayaan yang mendasar seperti bahasa, cara berjalan, cara makan, dan lain-lain.
Sosialisasi dapat pula terjadi melalui interaksi dan komunikasi. Melalui komunikasi, seseorang memperoleh pengalaman-pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan yang menjadi bekal pergaulan di masyarakat luas. Selain itu, komunikasi dapat pula melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buletin, dan tabloid. Dengan memperoleh informasi dari media massa, individu akan belajar nilai dan norma secara umum yang mampu menghasilkan tingkah laku yang diharapkan masyarakat.

3.Faktor-Faktor yang Memengaruhi Proses sosialisasi

Pada intinya, setiap manusia melakukan proses sosialisasi tanpa terkecuali. Terlebih kita sebagai makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain, menuntut kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar melalui sosialisasi. Secara tidak langsung, proses sosialisasi mampu membentuk kepribadian individu. Menurut F.G. Robins (sebagaimana dikutip Arif Rohman dkk.; 2003), terdapat lima faktor yang memengaruhi perkembangan kepribadian manusia sebagai hasil sosialisasi. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. sifat dasar,
b. lingkungan prenatal,
c. perbedaan  perorangan,
d. lingkungan,  dan
e. motivasi.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Proses sosialisasiSifat dasar merupakan keseluruhan potensi yang diwarisi seseorang dari ayah dan ibunya. Sifat dasar ini berupa karakter, watak serta sifat emosional. Sifat dasar dalam diri seseorang terbentuk melalui proses pembuahan. Proses di mana sel jantan dan sel betina bertemu sehingga membentuk embrio yang mewarisi sifat-sifat ayah dan ibu. Sel telur yang dibuahi berkembang menjadi embrio dan berada dalam rahim ibu untuk beberapa waktu. Lingkungan inilah yang disebut lingkungan prenatal. Pada masa ini, seseorang mendapat pengaruh-pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari sang ibu. Pengaruh-pengaruh langsung misalnya, ibu hamil mengonsumsi susu dengan maksud  untuk  mencerdaskan  otak  bayi  atau mengajak komunikasi sang bayi saat berada dalam kandungan. Sedangkan pengaruh-pengaruh tidak langsung secara sederhana dapat berupa penyakit sang ibu yang dapat memengaruhi sang bayi, gangguan endoktrin yang mampu memengaruhi keterbelakangan dan emosional bayi, penyakit bawaan karena faktor keturunan serta shock pada saat kelahiran.
Perbedaan perorangan dimiliki setiap manusia, artinya satu orang dengan orang lainnya tidak ada yang sama, misalnya: ciri-ciri fisik  (bentuk badan, warna kulit, warna mata, bentuk rambut, dan lain- lain), ciri-ciri mental, emosional personal dan    sosial.
Lingkungan yang dimaksud yaitu kondisi di sekitar individu baik lingkungan alam, kebudayaan, dan masyarakat yang dapat me- mengaruhi proses sosialisasi. Kondisi lingkungan tidak menentukan dalam proses sosialisasi, namun dapat memengaruhi dan membatasi proses sosialisasi.
Motivasi merupakan kekuatan-kekuatan dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu dorongan dan kebutuhan. Dorongan adalah keadaan yang tidak seimbang bagi individu karena pengaruh baik dari dalam maupun dari luar, sehingga memengaruhi individu untuk bergerak mencapai keseimbangan kembali. Sedangkan kebutuhan adalah dorongan yang telah terpola baik secara personal, sosial,  maupun kebudayaan.

4.Media Sosialisasi

Telah kita ketahui bersama bahwa sosialisasi merupakan suatu proses yang berkaitan erat dengan proses belajar berinteraksi dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, sosialisasi berlangsung begitu saja, namun terjadinya proses sosialisasi melalui suatu perantara. Dengan adanya perantara-perantara ini, menjadikan proses sosialisasi berjalan lancar. Perantara sosialisasi inilah yang dikenal sebagai media sosialisasi. Melalui media sosialisasi, seseorang mengenal dunia sosial dan masyarakat. Adapun media-media sosialisasi tersebut antara  lain  sebagai berikut.
a. Keluarga
Media SosialisasiAmati gambar di samping. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama seorang anak belajar hidup sosial. Hal ini dikarenakan, anak mulai bergaul untuk pertama dalam lingkungan keluarganya sendiri dan mengenal lingkungan sekitarnya dimulai dari lingkungan keluarga sendiri. Di dalam keluarga, seorang anak akan mengenal bapak, ibu, kakak, bibi, paman, tetangga, teman sebayanya bahkan mengenal dirinya sendiri sehingga ia dapat membedakan dirinya dengan orang lain. Oleh karenanya, pemeran utama dalam proses sosialisasi dalam media ini adalah orang tua. Pada umumnya, orang tua akan mencurahkan perhatian mereka untuk mendidik anak agar memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik, penanaman disiplin, kebebasan, serta keserasian terhadap semua pola tersebut.


b. Sekolah
Media SosialisasiApa yang kamu dapatkan selama belajar di sekolah? Sebagai agen sosialisasi, sekolah membentuk pola pikir dan perilaku secara luas. Individu akan diberi kemampuan berpikir, bekal ilmu pengetahuan, dan kemampuan untuk hidup dalam suasana sosial yang lebih luas. Sekolah akan memberi pengetahuan kepada individu tentang kehidupan sosial budayanya serta   peranannya dalam masyarakat. Selain itu, sekolah juga memberikan pandangan yang lebih konkret tentang nilai-nilai, norma-norma, aturan-aturan yang ada, berikut menjadi media penyaluran pewarisan nilai-nilai dan sikap masyarakat. Selain itu, sekolah juga mempunyai peranan penting terhadap pembentukan nilai-nilai dan aturan yang ada dalam masyarakat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua fungsi penting sekolah dalam proses sosialisasi,  yaitu:
1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan daya intelek- tual, agar siswa dapat hidup layak dalam masya- rakat.
2) Membentuk kepribadian siswa agar sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada di dalam masyarakat.

c. Kelompok Pergaulan
Media SosialisasiCoba ingat kembali masa kecilmu. Saat itu kamu mempunyai banyak teman dalam satu kelompok bermain. Dalam hal ini, kelompok pergaulan berupa kelompok bermain, kelompok persahabatan, dan ke- lompok kerja, di mana setiap anggota memiliki ke- dudukan dan peran yang relatif sama serta ikatan yang erat.
Dalam interaksi biasanya setiap anggota mulai meniru pola-pola tingkah laku kelompok. Individu mulai mengubah pola-pola perilakunya disesuaikan dengan pola perilaku kelompok tersebut. Dengan maksud supaya ia tetap diterima oleh kelompoknya.
 
Kelompok ini menjadi penting dalam sosialisasi karena dalam kelompok seperti ini anak atau remaja dapat mempelajari bagaimana berinteraksi dengan orang lain tanpa pengawasan langsung dari orang tua, guru, atau orang-orang terhormat lainnya. Pada usia remaja, kelompok pergaulan berbentuk kelompok persahabatan yang lebih luas. Perkembangan selanjutnya, dapat menuju ke terbentuknya sebuah geng atau klik. Geng adalah kelompok sosial yang memiliki kegemaran melanggar norma dan menerjang nilai-nilai yang baku, misalnya berkelahi, membuat  keributan,  merusak  fasilitas  umum,  dan  lain-lain.
Sedangkan klik adalah kelompok kecil tanpa struktur formal yang mempunyai pandangan atau kepentingan bersama.

d. Media Massa
Media SosialisasiCoba catat berapa banyak kamu menonton tayangan televisi dalam sehari. Lalu, identifikasi apa saja yang kamu tirukan dari tayangan tersebut. Mungkin model baju, cara bicara atau gaya-gaya hidup yang lain. Me- dia massa merupakan alat sosialisasi yang penting karena dapat membantu memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, tabloid, film, dan lain-lain dapat memberikan model peranan jati dirinya.
Namun di lain pihak, media massa dapat pula mengubah perilaku masyarakat. Iklan-iklan yang ditayangkan media cetak dan elektronik mempunyai potensi untuk mengubah pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat. Media massa dapat pula dipergunakan untuk memengaruhi bahkan mengubah pendapat umum.

5. Macam-Macam Sosialisasi

Proses sosialisasi dilakukan oleh setiap individu sejak ia lahir di muka bumi. Bahkan, seorang bayi yang baru lahir melakukan sosialisasi, belajar membuka mata untuk melihat dunia, belajar memegang sesuatu dan belajar merasakan sesuatu. Bersamaan dengan berjalannya  waktu,  pembelajaran  bayi  mengenai  dunia terus berlangsung. Belajar berjalan, belajar berbicara, belajar makan, belajar mengenal sesuatu. Pada intinya, sosialisasi tidak mungkin terhenti selama individu tersebut masih hidup. Berdasarkan tahapannya, sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu sosialisasi primer dan sekunder (Mayor Polak: 1979).

a. Sosialisasi  Primer
Sosialisasi  Primer
Sosialisasi primer terjadi pada anak berusia di bawah lima tahun. Pada saat sosialisasi primer, seseorang akan dapat mengenal lingkungan terdekatnya, misalnya ibu, bapak, kakak, adik, paman, bibi, nenek, kakek, teman sebaya, tetangganya, dan bahkan dirinya sendiri. Dengan demikian, proses sosialisasi primer adalah proses sosialisasi di lingkungan keluarga. Pada proses ini, seorang anak akan melakukan pengenalan akan dirinya sendiri, yang pada akhirnya si anak akan me- miliki jati diri yang berbeda dengan orang  lain.
 



b. Sosialisasi  Sekunder
Sosialisasi  SekunderSosialisasi sekunder terjadi setelah sosialisasi primer berlangsung, namun sosialisasi primer merupakan dasar dari sosialisasi sekunder. Sosialisasi ini berlangsung di luar keluarga. Dalam proses sosialisasi sekunder, anak akan mendapat berbagai pengalaman yang berbeda dengan keluarga. Jika dalam sosialisasi primer yang berperan adalah orang tua dan keluarga dekatnya, maka dalam sosialisasi sekunder yang berperan adalah orang lain seperti teman sepermainan, teman sekolah, dan teman sebaya. Hal ini terlihat setelah anak berumur lebih dari 5 tahun, anak akan memperluas pergaulan. Ia mulai mengenal guru di sekolahnya, teman bermain, tetangganya, dan lain-lain

No comments :

Post a Comment

Pengertian Interaksi Sosial dan Dinamika Sosial

No comments
Pengertian Interaksi Sosial dan Dinamika Sosial - Interaksi sosial dan dinamika sosial merupakan kata kunci yang akan kita pelajari pada materi ini. Adanya interaksi dan dinamika sosial mempunyai hubungan satu sama lain. Tanpa adanya interaksi sosial, dinamika kehidupan sosial tidak dapat terjadi. Lantas, yang menjadi pertanyaan apa interaksi dan dinamika sosial itu?

1.Interaksi Sosial

Interaksi SosialAmati gambar di samping. Apa yang dilakukan oleh anak-anak itu? Ya, anak-anak itu tengah bermain catur. Apakah anak-anak itu hanya berdiam diri saat memainkan bidak-bidak catur? Lihat sekali lagi, mereka tampak saling bertukar pikiran, adu strategi, dan berkomunikasi. Dengan kata lain mereka saling berinteraksi.
Interaksi sosial selalu dilakukan oleh setiap individu dalam bermasyarakat. Hal ini dikarenakan kondisi manusia yang terbatas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Interaksi sosial adalah hubungan dan pengaruh timbal balik antara individu dengan individu, individu  dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Melalui interaksi akan terjadi perubahan-perubahan yang memungkinkan terbentuknya hal- hal baru sehingga dinamika masyarakat menjadi hidup dan dinamis. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan dasar terbentuknya dinamika sosial yang ada di masyarakat.

2.Dinamika Sosial

Dinamika SosialDalam sosiologi, dinamika sosial diartikan sebagai keseluruhan perubahan dari seluruh komponen masyarakat dari waktu ke waktu. Keterkaitannya dengan interaksi adalah interaksi mendorong terbentuknya suatu gerak keseluruhan antara komponen masyarakat yang akhirnya menimbulkan perubahan-perubahan dalam masyarakat baik secara progresif ataupun retrogresif. Wujud konkret dari dinamika sosial antara lain perubahan jumlah penduduk, perubahan kualitas penduduk, perubahan struktur pemerintahan, perubahan mata pencaharian, perubahan komposisi penduduk, dan lain-lain.

No comments :

Post a Comment

Pelanggaran Nilai dan Norma Sosial beserta Solusinya

No comments
Pelanggaran Nilai dan Norma Sosial beserta Solusinya - Sebagaimana diungkapkan di awal pembelajaran bahwa nilai merupakan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Sedangkan norma merupakan aturan-aturan yang digunakan untuk menciptakan nilai tersebut. Sebagai aturan sosial, norma memiliki sanksi yang tegas dan mengikat guna memaksa masyarakat untuk menaatinya. Namun, pada kenyataannya tidak sedikit pelanggaran nilai dan norma terjadi setiap hari. Lihat saja, banyaknya pelanggar-pelanggar lalu lintas, meningkatnya aksi kejahatan, adanya perkelahian pelajar, hingga penyalahgunaan narkoba. Keadaan ini menunjukkan kurangnya kesadaran masyarakat akan nilai dan norma sosial. Lantas, bagaimana solusi terbaik untuk memecahkan masalah ini? Pertanyaan inilah yang akan kita kaji pada materi  ini.


1. Pelanggaran Nilai dan Norma 

Pelanggaran Nilai dan NormaPada dasarnya, segala perilaku yang melanggar norma dinamakan penyimpangan norma. Penyimpangan norma sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Cobalah bersama teman sebangkumu menemukan minimal lima contoh pelanggaran norma yang terjadi di sekitarmu. Dengan contoh-contoh tersebut dapat diketahui seberapa besar individu di sekitarmu memandang nilai dan norma sebagai pedoman hidup

Secara umum, pelanggaran norma dapat terjadi di mana pun tempatnya tanpa terkecuali. Terjadinya pelanggaran norma disebabkan karena sikap apatis masyarakat dalam melaksanakan nilai dan norma masyarakat. Sehingga wibawa nilai dan norma sebagai pedoman tingkah laku menjadi memudar. Alhasil timbullah perilaku yang melanggar norma.

Menurut Robert M.Z. Lawang (1985), perilaku pelanggaran norma dibedakan menjadi empat macam,  yaitu:

a.Pelanggaran nilai dan norma yang dilihat dan dianggap sebagai kejahatan, misalnya: pemukulan, pemerkosaan, penodongan, dan lain-lain.

b.Pelanggaran nilai dan norma yang berupa penyimpangan seksual, yaitu perzinahan, homoseksualitas, dan pelacuran.

c.Bentuk-bentuk konsumsi yang sangat berlebihan, misalnya alkohol, candu, morfin, dan lain-lain.

d.Gaya hidup yang lain dari yang lain, misalnya penjudi profesional, geng-geng, dan lain-lain.

Sebagaimana telah diungkapkan di depan, bahwa adanya norma secara singkat selalu muncul untuk mempertahankan atau memelihara nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, pelanggaran terhadap norma berarti juga pelanggaran terhadap nilai- nilai yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat.

2.Solusi Pelanggaran Norma 

Apabila kita berbicara tentang pelanggaran norma, secara otomatis kita akan berbicara tentang solusi yang tepat bagi pelanggaran norma tersebut. Sebagaimana kita ketahui bersama, dewasa ini pelanggaran norma kerap terjadi. Sebagai generasi yang peduli situasi bangsa, cobalah temukan satu contoh solusi tepat dalam mengatasi pelanggaran norma yang terjadi di sekolahmu pada khususnya dan masyarakat sekitarmu pada umumnya.

pengendalian sosialDalam Sosiologi, solusi tepat dalam menangani pelanggaran norma menggunakan pengendalian sosial. Lantas, apa yang dimaksud dengan pengendalian sosial itu? Seorang ahli sosial yang bernama Peter L. Berger (1978) mengartikan pengendalian sosial adalah cara- cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Sedangkan menurut Roucek (1965), pengendalian sosial mengacu pada proses terencana di mana individu dianjurkan, dibujuk ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Dengan demikian, pengendalian sosial adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan, guna mengajak, mendidik, serta memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial.

Selain melalui pengendalian sosial, seorang ahli sosial bernama Koentjaraningrat mengemukakan pula beberapa usaha agar masyarakat menaati aturan-aturan yang ada, seperti:

a.Mempertebal keyakinan para anggota masyarakat akan kebaikan adat istiadat yang ada. Jika warga yakin pada kelebihan yang terkandung dalam aturan sosial yang berlaku, maka dengan rela warga akan mematuhi aturan  itu.

pemberian hukumanb.Memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang biasa taat. Pemberian ganjaran melambangkan penghargaan atas tindakan yang dilakukan individu. Hal ini memotivasi individu untuk tidak mengulangi tindakan tersebut.

c.Mengembangkan rasa malu dalam jiwa masyarakat yang menyeleweng dari adat istiadat. Individu yang menyimpang dari aturan dihukum agar jera dan tidak mengulangi kembali.

d.Mengembangkan rasa takut dalam jiwa warga masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat istiadat dengan berbagai ancaman dan kekuasaan. Rasa takut itu mencegah individu untuk melakukan pelanggaran aturan.


No comments :

Post a Comment